Gelombang Demo 2025: Dari Nepal, Kenya hingga Inggris, Ini Penyebab Utamanya

Hukum Internasional

Rakberita – Demonstrasi di berbagai negara menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik bukan hanya soal satu isu saja tapi kombinasi: ekonomi, politik, kebebasan sipil, identitas generasi muda.

London – Aksi Anti-Imigrasi Terbesar dalam Sejarah Modern Inggris

Lebih dari 100.000 orang turun ke jalan di London dalam aksi anti-imigrasi yang dipimpin Tommy Robinson dengan tajuk “Unite the Kingdom”. Demonstrasi ini menyuarakan penolakan terhadap imigran ilegal dan kritik terhadap kebijakan pemerintah PM Keir Starmer. Beberapa pendemo membawa atribut seperti topi MAGA dan bendera Inggris dan AS. Polisi mengerahkan lebih dari 1.600 petugas untuk menjaga ketertiban dan menghadapi aksi tandingan yang diikuti 5.000 orang dari kelompok anti-rasisme.

Serbia – Finansialitas, Korupsi, dan Kepercayaan Publik yang Memudar

Di Serbia, protes semakin memanas antara pendukung Presiden Aleksandar Vučić dan kelompok mahasiswa yang menuduh pemerintah bertindak korup dan lalai terhadap keselamatan publik. Protes bermula setelah insiden ambruknya atap stasiun kereta di Novi Sad yang menewaskan 16 orang. Pemerintah dituduh menekan kebebasan akademik dan melakukan tindakan keras terhadap demonstran.

Nepal – Gen Z Mengguncang Negeri Karena Ketidakadilan & Larangan Media Sosial

Nepal mengalami kerusuhan besar terkait larangan pemerintah terhadap 26 platform media sosial, termasuk X, WhatsApp, Instagram, dan YouTube. Larangan itu memicu kemarahan terutama di kalangan generasi muda yang merasa dibungkam. Mereka juga mengangkat isu korupsi dan ketidaksetaraan ekonomi. Protes ini telah menyebabkan lebih dari 70 korban jiwa, ribuan luka-luka, dan pengunduran diri PM K.P. Sharma Oli. Pemimpin baru, Sushila Karki, diangkat sebagai perdana menteri sementara dan meminta kesatuan nasional pasca gejolak politik.

Kenya – Demonstrasi Tentang Biaya Hidup, Kematian Aktivis dan Kepercayaan ke Pemerintah

Protes di Kenya menyebar sejak kematian seorang guru dan blogger, Albert Omondi Ojwang, saat berada di tahanan polisi. Situasi ekonomi yang memburuk, tuduhan korupsi, dan kekerasan aparat menambah amarah publik. Demonstran menuntut pemerintah Presiden William Ruto bertanggung jawab atas kondisi sosial dan reformasi kebijakan. (CGBT)